Selasa, 10 Mei 2011

sumber energi pertanian

Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomasa yang beragam dan pada saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pada kondisi dimana sebagian bahan bakar fosil masih disubsidi dan tingkat teknologi pada status komersial masih sedikit, jenis biomas yang berpotensi untuk dimanfaatkan pada saat ini adalah biomasa dari jenis limbah produk pertanian dan jenis biomasa yang penggunaannya tidak berkompetisi dengan produk pangan atau bahan baku industri lainnya. Pada kegiatan ini analisa dilakukan pada dua jenis biomasa tersebut, 1) limbah biomasa padi, di mana tanaman padi tersebar di seluruh wilayah Indonesia, limbahnya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai energi pertanian. 2) jenis biomasa yang sedang dipromosikan sebagai bahan bakar nabati pengganti minyak bakar, yaitu biji jarak. Kegiatan pertama difokuskan pada pengembangan sistem informasi potensi limbah padi sedangkan kegiatan kedua difokuskan pada perbaikan teknologi prosesing biji jarak skala pedesaan.
Kegiatan pertama diawali dengan cara survey di beberapa lokasi daerah sentra produksi padi Indonesia, untuk mengetahui status penggunaan limbah padi saat ini. Data survey  menunjukkan bahwa limbah padi berupa sekam yang terkonsentrasi di penggilingan padi kecil (PPK dan RMU) saat ini dimanfaatkan oleh pembuat batu bata rata-rata sampai dengan 90%. Para pembuat batu bata mendapatkan sekam secara gratis atau jika harus membayar, sekam dibeli dengan harga Rp 15/kg- Rp 50/kg. Pada penggilingan padi besar (PPB), hampir 75% sekam belum dimanfaatkan dan pengusaha pengggilingan mengalami kesulitan dalam pemusnahan limbah. Untuk pemanfaatan limbah jerami, hampir 90% jerami dibiarkan di sawah sebagai bahan organik, atau dibakar pada musim kemarau. Sekam masih berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif di bidang pertanian, sedangkan jerami disarankan untuk kembali ke lahan sawah untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan sawah dengan terlebih dahulu diolah menjadi kompos. Potensi limbah sekam di Indonesia dituangkan dalam bentuk sistem informasi digital dengan program microsoft access dengan menggunakan bahasa Visual basic yang telah terintegrasi di dalamnya. Selain menampilkan data base potensi limbah sekam di penggilingan padi, program ini memberikan akses bagi pengguna untuk melakukan analisis kelayakan teknis, ekonomis dan pengurangan emisi gas rumah kaca untuk beberapa teknologi konversi energi yang terdapat dalam data base teknologi.    
Pada kegiatan kedua, perbaikan teknologi prosesing biji jarak, diawali dengan identifikasi unit prosesing biji jarak menjadi minyak jarak yang telah ada saat ini, kemudian terpilih sistem pengepresan dengan menggunakan screw diadopsi pada teknologi ini karena sistem screw lebih praktis dan input energi pengolahannya juga lebih kecil. Unit prosesing biji jarak yang dikembangkan terdiri dari 3 unit alsin, yaitu mesin pengupas buah jarak (kapasitas 250 kg buah/jam), mesin pengepres biji jarak menjadi minyak jarak (kapasitas 100-150 kg biji/jam) dan mesin filter minyak kasar (kapasitas 75-100 liter/jam). Uji fungsional menghasilkan rendemen minyak yang sangat bervariasi secara signifikan dari mulai 20% sampai dengan 27%, rata-rata 25%. Demikian pula dengan sifat fisik minyak yang dihasilkan (nilai kalor dan viskositas).  Diduga varietas biji, umur simpan biji setelah panen dan tingkat kematangan buah mempengaruhi perbedaan tersebut di atas. Uji penggunaan minyak jarak sebagai minyak bakar dilakukan pada kompor minyak tanah tipe grafitasi dan lampu teplok. Dengan menggunakan minyak jarak 100%, kompor dapat berfungsi dengan konsumsi minyak jarak 0.3 liter/jam dan pada lampu teplok 0.07 liter/jam.

Kamis, 05 Mei 2011

budaya sambas

Guna melestarikan kebudayaan khas Sambas, maka dari Asrama Mahasiswa Kab. Sambas menggelar lomba busana daerah melayu Sambas dalam acara Gebyar Muare Ulakan yang dilaksanakan di Waterfront City, Rabu (30/7). Kegiatan ini diikuti oleh 6 pasang peserta yang berasal dari beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Sambas. Sebelum memperagakan pakaian khas Sambas tersebut, peserta juga diberi pertanyaan oleh panitia seputar sejarah dan kebudayaan yang ada di Kabupaten Sambas. Tampak hadir Bupati, Wakil Bupati beserta Kepala Dinas Komunikasi, Budaya dan Pariwisata Kab. Sambas

Bupati Sambas, Ir. H. Burhanuddin A. Rasyid dalam kesempatan tersebut mengatakan bangga sebagai orang sambas karena di Kabupaten Sambas kaya akan budaya sehingga upaya yang dilakukan untuk melestarikan budaya sangat diperlukan, misalnya dengan diselenggarakannya kegiatan lomba busana daerah melayu sambas. “Saya sangat menyambut baik apa yang telah dilaksanakan oleh panitia. Ini sebagai salah satu upaya yang dilakukan guna mengenalkan, menjaga serta melestarikan budaya yang ada di Sambas. Ke depan saya berharap generasi muda berperan terus dalam pelestarian budaya yang ada di Kabupaten Sambas,”ujarnya.
Dikatakan bupati, menjelang pembukaan border pada tahun 2009, diharapkan masyarakat Kabupaten Sambas sudah bersiap-siap dalam menyongsongnya salah satunya dengan mengenalkan budaya khas Sambas. “Maju tidaknya budaya sambas tergantung dari masyarakat Sambas sendiri, bukan karena bupati ataupun wakilnya. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama mencintai dan melestarikan kebudayaan khas sambas,”ajaknya.
Senada dengan bupati, Wakil Bupati, dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, MPH juga mengatakan dengan dilaksanakannya gelar busana daerah Melayu Sambas, generasi muda khususnya mahasiswa berperan besar dalam melestarikan budaya sambas.. “Lewat gelar busana ini menunjukkan bahwa kebudayaan sambas mengajarkan budaya yang sopan misalnya dari pakaian yang selalu menutup aurat,”ucapnya.
Mantan kadis kesehatan Kab. Sambas ini juga berharap kepada dinas terkait agar lebih gencar dalam melakukan pengenalan budaya khas sambas kepada generasi muda dari sejak dini. “Tadi saya melihat ketika panitia memberikan pertanyaan kepada peserta seputar kebudayaan Sambas, masih ada yang belum bisa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, ini merupakan evaluasi kepada pemerintah daerah melalui instansi terkait agar terus proaktif dalam mengenalkan kebudayaan khas sambas kepada generasi muda,”jelasnya.
Ketua GOW Kab. Sambas ini juga mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah melakukan suatu hal positif dalam melestarikan kebudayaan Sambas. Ini merupakan salah satu bentuk pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat, imbuhnya.
Diakhir acara diumumkan para pemenang lomba tersebut yakni juara I utusan dari SMAN 1 Pemangkat, juara II utusan dari SMAN 1 Sambas, juara III utusan dari SMA Muhammadiyah, juara harapan I utusan dari, SMAN 1 Sebawi juara harapan II utusan dari SMA Santo Ventura dan juara harapan III utusan dari SMAN 1 Sejangkung.

puisi


hati ini trasa sunyi tanpa nafas cintamu,,
hidup ini sepi tanpa senyuman darimu
diri inisenyap tanpa jiwa kasih mu,,
ruang hatiku gelap tanpa arah tuk melangkah
cinta,,,
mengapa semua harus terjadi???
mengapa disaat terang dunia kalbuku kau berlalu
kau tinggalkan sepenggal dusta dalam rasa,,
cinta..
aku hanya mampu memeluk rasa
memeluk mimpi senja yng kelabu
meniti harapan fajar kelana,,
cinta..
kau buat aku tak yakin untuk melangkah
kau beri aku segenggam luka
mengapa cahaya pelangi menjadi api,,
selamat jalan cinta,,
selamat berbahagia di atas luka ku,,
biarkan kata merangkai hati serupa darah dibalik tirai….

Minggu, 01 Mei 2011

pak saloi

Belajar Aja dari Pak Saloi

Cerita Pak Saloi cukup populer di Kabupaten Sambas, walaupun ia merupakan orang bodoh dan akan mengundang tawa bagi yang mendengarkan ceritanya, tetapi jika kita cermati cerita tersebut mengandung hikmah bahwa seseorang itu mesti cerdas dalam hidup ini, baik cerdas secara emosional maupun intelektual. Disebalik kebodohannya, Pak Saloi merupakan sosok yang jujur, bermoral dan sederhana. Cerita ini sering diceritakan sebagai pengantar tidur bagi anak-anak di Sambas pada waktu dulu.
Sekarang kegiatan mendongeng sebelum tidur ini telah mulai menghilang, kegiatan ini dipandang sebagai kegiatan yang kurang bermanfaat, disamping tidak bisanya lagi para orang tua untuk mendongeng serta tergantinya peran tersebut oleh tayangan televisi yang tidak jelas arah pendidikannya-kalau pun ada kebanyakan “hanya” mengajarkan untuk memperebutkan harta, percintaan murahan remaja, perebutan kekasih, pembunuhan, pemerkosaan, kecurangan, penipuan untuk mencapai tujuan, hantu-hantu yang gentayangan untuk membalas dendam, gosip, hedonis dan materialisme-dan permainan modern lainya. Padahal kegiatan mendongeng sebelum tidur ini amat baik digunakan sebagai sarana dalam menanamkan nilai-nilai agama (moralitas) pada seorang anak dan sebagai sarana untuk mempererat hubungan antara orang tua dengan anaknya.
Sungguh hal yang mengejutkan apa yang terjadi Korea Selatan baru-baru ini sebagaimana yang diberitakan oleh koran ini, dimana siswa sekolah dasar melakukan pemerkosaan massal terhadap adik kelasnya, ini terjadi karena mereka ingin menerapkan ilmu yang mereka peroleh dari situs-situs dan VCD porno. Di Indonesia juga telah sering kita dengar, baca dan lihat ditayangan televisi kasus pencabulan dan pelecehan seksual, baik itu yang dilakukan oleh tetangga, guru, kawan bermain, kawan sekelas dan bahkan oleh keluarga korban sendiri yang diakibatkan stimulus dari menonton film dan membaca bacaan porno.
Aneh nian negeri ini ketika ada yang ingin melindungi masyarakatnya dari pornografi dan pornoaksi malah didemo sebagai tanda penolakan terhadap Undang-Undang Anti Pornoaksi dan Pornografi (UU APP) malah oleh umat Islam sendiri. Apalagi Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia setelah Rusia dalam hal pornografi, dan bahkan Indonesia bisa mengalahkan Thailand dalam perdagangan manusia untuk dijadikan pelacur di luar negeri sebagaimana yang dialami beberapa Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sambas di Malaysia.
Begitulah Indonesia, negara subur dengan sumber daya alam yang melimpah dan berpenduduk mayoritas Muslim, yang mana “tongkat dan jala cukup menghidupimu”, demikian syair lagu grup musik Koes Plus menggambarkan mudahnya hidup di Indonesia. Namun sayang banyak rakyatnya yang miskin, berpendidikan rendah serta budaya korupsi yang merajalela dan tidak lumrah rasanya kalau hidup di Indonesia kalau tidak melakukan korupsi dan kolusi untuk menggoroti uang rakyat. Sudah demikian parahkah moral bangsa Indonesia , lalu apa yang dipelajari anak-anak Indonesia di sekolah-sekolah mereka, tidak bisakah pendidikan kita melahirkan generasi yang bukan hanya pintar dengan berjejer gelar akademik namun miskin moralitas.
Tidak bisakah lahir pemimpin yang adil dan dapat mensejahterakan rakyatnya dari rahim wanita-wanita Indonesia atau sudah sedemikian mandulkah wanita Indonesia untuk melahirkan pemimpin seperti Buya Hamka, Umar bin Khatab atau Umar bin Abdul Aziz, atau apakah ini menunjukkan bahwa ajaran Islam hanya difahami sebagai melepaskan kewajiban bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan haji tanpa tahu esensi dari pengamalan ajaran tersebut dalam kehidupan, atau juga kita telah terlampau pintar untuk mengakal-akali Tuhan dengan pikiran yang kita bangun sendiri sesuai dengan keinginan-syahwat-kita tentang agama ini.
Kita perlu menyelamatkan bangsa ini dari kebangkrutan. Kita perlu memperbaiki pengajaran yang kita lakukan terhadap anak bangsa ini, dan ini bermula dari diri kita pribadi, keluarga, masyarakat dan Lembaga Pendidikan. Pendidikan agama-moral-perlu terintegral bukan hanya mengambil sisi luarnya tetapi juga nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Di sekolah umum misalnya selain jam pelajaran agama yang hanya 2 jam per minggu, materi yang diajarkan hanya melalui pendekatan fiqh an sich, tidak menyelami makna atau esensi mengapa kita melakukan hal tersebut.
Pola yang terbaik adalah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw, dimana Beliau menanamkan kesadaran dalam hati para sahabat tentang hakikat ajaran Islam, Beliau memberikan jawaban sesuai dengan karekteristik orang yang bertanya tentang sesuatu dan Beliau melaksanakan serta memberikan teladan (Uswatun Hasanah dan Qudwah) tentang apa yang diucapkannya. Inilah yang tidak kita miliki, hanya bisa menyuruh tidak bisa memberi teladan, NATO (No Action Talk Only). Rakyat disuruh hidup sederhana, penguasanya hidup mewah. Rakyat disuruh berhemat, penguasanya hidup semaunya. Subsudi untuk rakyat miskin dicabut, sedangkan penguasanya terus mendapat fasilitas negara. Rakyat dipaksa untuk memaklumi mengapa penguasanya mengeluarkan kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada mereka, walau sebenarnya tidak layak untuk disebut kebijakan.
Patut kiranya untuk kita belajar dari Pak Saloi tentang kejujuran, kesederhaan dan moralitas. Sebab secara intelektual tentu kita lebih pintar daripada Pak Saloi. Pak Saloi menjalani hidupnya dengan apa adanya, mengalir ibarat air. Walaupun bodoh ia masih mau bekerja dengan cara yang halal, sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap istri dan anaknya. Pak Saloi tidak mengeluh walaupun ia hidup dalam kesederhanaan. Inilah yang mesti kita ambil dari Pak Saloi, bukan kebodohannya. Jadi belajar saja dari Pak Saloi.

Melayu Ok !

Merevitalisasi Identitas Melayu Sambas

“Takkan hilang Melayu ditelan jaman,”demikian yang diungkapkan Hang Tuah Laksamana Melayu yang legendaris. Memang sampai sekarang yang namanya suku bangsa Melayu masih tetap ada yang tersebar di Bumi Nusantara, begitu juga di bumi Serambi Mekah Sambas. Secara fisik (keturunan) Melayu memang masih ada, namun secara eksistensi jati diri dan kebudayaan patut kita pertanyakan, begitu juga nilai-nilai keislaman yang selama ini melekat pada suku Melayu sehingga ada idiom yang menyatakan “Melayu identik dengan Islam”. Masyarakat Melayu sangat berpegang teguh dengan adat istiadat dan ajaran agama Islam. Dua aspek inilah yang menjadi pilar utama kehidupan masyarakat Melayu.
Dalam pengertian umum “Melayu” adalah seseorang yang berbicara serta berbudaya Melayu dan beragama Islam (One who speaks Malay habitually, practices Malay culture, and it a muslim) demikian yang diungkapkan Leonard Andaya yang dikutip Pabali Musa. Dari pengertian ini ada tiga hal yang menjadi ciri dari seseorang yang dapat dikatakan Melayu. Pertama, berbicara dengan bahasa Melayu. Kedua, hidup dengan budaya Melayu. Ketiga, beragama Islam. Selain ketiga aspek ini menurut hemat penulis seseorang dapat dikatakan Melayu, ia mestilah terlahir dari keturunan Melayu.
Orang Melayu dikenal sebagai etnik yang berketurunan baik (Duarte Bardosa), sangat sopan di seluruh Asia (Valentijn) dan jarang terlibat soal kriminal karena menjunjung tinggi hukum. Orang Melayu dikenal sangat menghormati tamunya, pemaaf, sabar, lemah lembut, dan lebih suka mnghindari konflik, bahkan untuk memberi nasihat, menyindir atau marah saja menggunakan pantun. Orang Melayu juga dikenal sangat menyukai seni, baik tari dan nyayian. Dalam seni dan sastra Melayu kita mengenal ada gurindam 12, serampang 12, pantun dan japin. Masyarakat Melayu juga dikenal sebagai bangsa yang “welcome” terhadap pendatang, begitu juga Melayu Sambas, sehingga ada pepatah yang menyatakan Kecil telapak tangan nyiru kami tadahkan. Sebab itulah di Sambas ada Kampung Bugis dan Kampung Jawa misalnya.
Kehilangan ataupun melemahnya jati diri dan budaya sebagai seorang Melayu dapat dilihat dari fenomena generasi muda di Kabupaten Sambas yang lebih mengenal tari-tari modern dari tari-tari daerah, lagu-lagu pop dan dangdut daripada lagu daerah, tidak bisa berpantun dan tulis baca Arab Melayu, belum lagi dalam pengamalan norma-norma ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai agama yang dianut oleh suku Melayu. Karena kentalnya nuansa agama Islam dalam kehidupan masyarakat Sambas inilah sehingga Sambas dikenal sebagai Serambi Mekah atau Serambi Madinah Kalimantan Barat. Sambas juga pernah dikenal sebagai “gudangnya” ulama, kita mengenal misalnya Ahmad Khatib Sambas pendiri tarekat Qadariah-Naqsabandiah dan Muhammad Basiuni Imran.
Walaupun tidak semua yang menjadi ciri utama dari seorang Melayu hilang dari generasi muda Melayu Sambas, tetapi fenomena yang terjadi di kalangan generasi muda Melayu Sambas patut untuk kita cermati dan dicarikan jalan keluarnya agar generasi muda Melayu Sambas berlaku sebagai orang Melayu bukan hanya berketurunan Melayu. Tentu saja semua pihak mesti terlibat dalam hal ini, tetapi jangan sampai kita terjebak pada eksklusifisme dan ini tentu saja bukan ciri dari seorang Melayu.
Merevitalisasi identitas Melayu Sambas mestilah dimulai dari dua hal yang paling dasar yang menjadi pilar utama masyarakat Melayu yakni agama Islam dan adat istiadat. Islam adalah agama yang universal dan paripurna dalam ajarannya. Islam mengatur akidah, akhlak, sosial, ekonomi, politik, militer, hukum, seni dan budaya. Apa yang menjadi ciri-ciri Melayu seperti yang diungkapkan diatas terdapat dalam ajaran agama Islam, bahkan Islam dapat memberikan lebih daripada itu semua jika apa yang terdapat dalam al Quran dan Sunah benar-benar diamalkan. Penanaman ajaran Islam dalam kehidupan mestilah dilakukan sejak dini, yang dimulai dari keluarga sebagai fondasi awal. Tentu saja dalam hal ini keluarga yang bahagia (Sakinah. Mawaddah dan rahmah) sangat diperlukan. Dari Keluarga bahagia yang mengamalkan ajaran Islamlah yang akan melahirkan anak-anak yang tahu akan ajaran agamanya. Selain keluarga perlu juga digalakkan pendidikan agama non formal seperti di sekolah sebagai jam tambahan. Dalam hal ini peran Taman Pendidikan al Quran (TPQ), yayasan-yayasan Islam, Organisasi-organisasi Islam dan Masjid begitu strategis. Lembaga-lembaga ini dapat berperan dengan memberikan kursus-kursus keagamaan kepada anak-anak, remaja, pemuda dan bahkan keluarga. Supaya program ini tepat guna dan sasaran, serta tidak terjadinya tumpang tindih program perlulah kiranya antar lembaga-lembaga ini selalu melakukan koordinasi. Ibarat kita hendak membangun sebuah bagunan yang indah dan megah maka fondasi awalnya amat penting agar dapat menopang bentuk bangunan diatasnya sehingga bangunan itu kokoh dan tidak roboh menghadapi perubahan cuaca atau iklim.
Setelah fondasi awal sudah kita tanamkan dengan kokoh dan sempurna, hal kedua yang perlu untuk diperhatikan dan ditumbuh kembangkan adalah adat istiadat bangsa Melayu. Bukan hanya dalam bentuk fisiknya tetapi juga nilai filosofis yang terkandung didalamnya. Disini peran pemerintah daerah Sambas sangat diperlukan untuk menggali dan mendidik masyarakatnya. Peran ini dapat dilaksanakan melalui Dinas Komunikasi, Budaya dan Pariwisata dan Dinas Pendidikan serta elemen lain sebagai penunjang. Pemerintah Daerah mestilah membuat program berkesinambungan yang dapat bekerjasama dengan Majelis Adat dan Budaya Melayu (MABM) dan Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu (PFKPM) atau lembaga ataupun pribadi yang mempunyai perhatian besar terhadap adat istiadat Melayu.
Jika kedua aspek ini telah terbangun dengan baik, bukanlah suatu khalayan jika Sambas ingin menjadi Serambi Mekah ke 2 di Indonesia setelah Aceh, begitu juga dengan program Terpikat-Terigasnya Bupati. Paling tidak akan lahir pribadi-pribadi Melayu yang benar-benar Melayu, sehingga Melayu tidak akan pernah hilang seperti yang ucapkan Laksamana Melayu Hang Tuah. Bukan seperti “Perempuan Melayu Terakhir” demikian judul film negeri jiran Malaysia yang bercerita tentang seorang pemuda yang mencari pemudi yang tahu budaya dan adat istidat Melayu bukan sekedar berketurunan Melayu. Bahkan bisa saja setragis nasib suku Indian Mohikan di Amerika Serikat yang hampir punah seperti diceritakan dalam film The Last Of Mohican.